Saya tinggal di sebuah kawasan perumahan bernama Perumahan Pesona Regency, Patrang, tidak jauh dari pusat Kota Jember, Jawa Timur. Hanya sekitar 10 menit ke arah utara dari alun-alun kota. Saya tinggal di sini sejak pertengahan 2009, tepatnya bulan Agustus. Sudah 11 tahun saya tinggal di sini bersama keluarga. Dalam rentang waktu itu begitu banyak hal yang saya pelajari tentang hubungan antarmanusia, khususnya hubungan pertetanggaan dengan penghuni dari berbagai macam latar belakang. Sejak awal tinggal di sini, saya merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu bagi lingkungan saya. Saat itu kondisi perumahan tidak seramai sekarang.
Gayung pun bersambut. Saya diminta aktif menjadi Pengurus RW (Rukun Warga), dengan posisi sebagai sekretaris hingga sekarang. Selain itu, ketika terjadi perombakan Takmir masjid, warga mengamanahi saya untuk menjadi Ketua Takmir hingga saat ini. Apapun pertimbangannya, yang jelas ini sebuah kehormatan bagi saya pribadi mendapat kesempatan mengabdi kepada masyarakat di mana saya tinggal.
Termasuk dalam situasi saat ini, di mana wabah global Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) sedang merebak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, ada panggilan tugas kemanusiaan yang tidak dapat saya tolak. Pandemi ini telah begitu cepat menyebar dan merenggut ratusan ribu nyawa serta menginfeksi jutaan jiwa lainnya. Karena itu, Pengurus RW membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 di tingkat RW. Tidak ada perintah dari tingkat organisasi pemerintah di atas kami untuk membentuk Satgas ini. Walaupun kedengaran agak aneh, Satgas ini benar-benar dibentuk guna mencegah dan menangani paparan Covid-19 di lingkungan RW. Lagi-lagi saya diminta menjadi sekretaris Satgas. Di sini tugas saya menangani administrasi kegiatan Satgas, mulai dari menyiapkan SK Satgas, surat-menyurat, hingga berbagai urusan dokumen lainnya.
Secara keseluruhan ada 26 orang warga yang tergabung dalam Satgas ini. Mereka berasal dari berbagai latar belakang profesi, khususnya dari kalangan medis, seperti dokter, penyuluh kesehatan, dan apoteker. Di luar itu juga ada dosen, tentara, polisi, karyawan, pensiunan hingga ibu rumah tangga. Tugas anggota Satgas disesuaikan latar belakang pekerjaan atau kemampuannya. Karena ini tugas sosial, tidak ada gaji atau upah yang kami terima. Semua murni karena didorong panggilan hati untuk mengabdi di masa pandemi ini. Bahkan untuk melaksanakan tugas pertama, kami harus patungan untuk membiayai kegiatan operasional Satgas karena dana dari kas RW sangat tidak mencukupi.
Awal tugas sebagai sekaretaris Satgas cukup membuat saya sibuk. Hampir semua kegiatan Satgas berujung pada tugas saya yang berhubungan dengan kegiatan administrasi Satgas. Langkah mengedukasi warga, Satgas menerbitkan panduan tertulis untuk warga agar menerapkan protokol kesehatan di lingkungan dan rumah masing-masing, seperti memakai masker ketika keluar rumah, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, berolah raga, berjemur di bawah sinar matahari secara rutin, menerapkan pola hidup sehat, menghindari stres, serta mengonsumsi makanan/minuman yang sehat. Beberapa banner edukasi juga harus dicetak untuk memvisualisasi pesan kesehatan. Edukasi tersebut dilakukan agar warga selalu ingat untuk menerapkan protokol kesehatan. Warga pun cukup kooperatif menerapkan semua protokol kesehatan. Segala hal yang bersinggungan dengan protokol tersebut senantiasa dikonsultasikan kepada Satgas, termasuk saat ada warga yang hendak melaksanakan kenduri (tahlilan) dengan mengundang banyak orang. Atas masukan Satgas, kegiatan tersebut tidak jadi dilaksanakan. Hanya dilaksanakan dengan anggota keluarga di rumah.
Identifikasi dan deteksi dini paparan Covid-19 adalah tugas lain yang cukup melelahkan karena berhubungan dengan data dan informasi mengenai kondisi warga dengan berbagai perilakunya. Untungnya semua anggota Satgas cukup kompak dan sigap melakukan pendataan. Dengan bantuan teknologi, pendataan kami upayakan untuk dilakukan secara daring (online). Lewat google form, saya membuat formulir deteksi paparan covid-19 untuk warga. Ini semata untuk mempermudah dan mempercepat identifikasi. Untungnya sebagian besar warga cukup melek teknologi. Namun, tidak jarang kami harus turun langsung menemui warga yang tidak dapat mengakses teknologi.
Selanjutnya, saya mengolah data warga yang masuk untuk dilaporkan kepada semua anggota Satgas. Cukup menyita waktu, karena hampir setiap hari di sela-sela kesibukan lainnya, saya harus memperbarui (update) data kondisi warga. Dari sini dapat diketahui sejauh mana tingkat resiko paparan Covid-19 di kalangan warga. Jika ada warga yang beresiko sedang atau tinggi, kami pun perlu memberikan perhatian dengan mengingatkan yang bersangkutan.
Sempat terjadi kekhawatiran di antara anggota Satgas mengingat mobilitas warga yang cukup tinggi. Ada sebagian warga yang harus melakukan perjalanan untuk urusan pekerjaan di luar kota. Jika kota tersebut masuk zona merah Covid-19, kami pun harus memantau keberadaannya. Karena itu, saya juga membuat formulir daring lewat google form untuk warga yang bepergian keluar kota. Kekhawatiran semakin menghinggapi kami karena saat ini semua kota di Jawa Timur masuk kategori zona merah. Kami pun semakin berhati-hati. Pemantauan juga dilakukan terhadap tamu-tamu warga yang masuk di wilayah RW. Tamu itu pun harus teridentifikasi, khususnya mengenai kondisi dan riwayat perjalanannya. Lagi-lagi, google form menjadi andalan saya untuk memudahkan pemantauan terhadap para tamu warga. Untungnya warga cukup kooperatif dengan aktif melaporkan kondisi dan pergerakannya.
Kegiatan administrasi yang menjadi tugas saya sebagai sekretaris Satgas Covid-19 juga berhubungan dengan tugas anggota Satgas lainnya. Salah satunya adalah penyemprotan lingkungan RW dengan disinfektan, bekerja sama dengan PMI dan Baznas. Saya harus menyiapkan dan mengirimkan surat permohonan kepada kedua lembaga tersebut. Pada hari yang ditetapkan dan pada kesempatan yang berbeda, kami pun harus mendampingi petugas PMI dan Baznas untuk melakukan penyemprotan disinfektan di perumahan kami, khususnya pada fasilitas umum yang ada.
Penanganan Covid-19, sekalipun di tingkat RW, mutlak memerlukan kerja sama dengan pihak luar, khususnya instansi pemerintah yang berwenang. Pernah ada petugas dari Puskesmas bermaksud meminta bantuan data mengenai kondisi warga pada masa pandemi Covid-19. Data yang dimaksud kurang lebih sama dengan data yang sudah saya kelola dari warga. Hanya dengan sedikit penyesuaian, data yang diminta Puskesmas dapat saya penuhi. Senang dan bangga rasanya bisa membantu melancarkan tugas Puskesmas dalam kegiatan kemanusiaan ini.
Demikian pula saat salah satu warga masuk status ODP (Orang Dalam Pemantauan), data yang kami punya cukup membantu petugas dari instansi berwenang. Warga tersebut juga kooperatif saat dilakukan rapid test dan PCR (Polymerase Chain Reaction) test guna memastikan keadaannya terhadap paparan Covid-19. Kekawatiran begitu rupa menghantui kami yang terlibat di Satgas. Meskipun bukan kami yang mengalami, kecepatan dan dampak fatal dari penularan Covid-19 yang sering kami dengar dari media cukup membuat kami bergidik. Apalagi warga tersebut cukup aktif berinteraksi dengan warga lainnya. Kami pun harus bersyukur, setelah hasil tes keluar warga tersebut dinyatakan negatif paparan Covid-19.
Di luar tugas inti sebagai anggota Satgas, saya melalui Takmir masjid yang saya pimpin melakukan penggalangan dana untuk membantu warga terdampak Covid-19. Meskipun sebagian besar warga tergolong mampu, sebagian warga yang lainnya tidak seberuntung mereka. Dengan mengatasnamakan Takmir masjid, saya menghimpun dana dari warga untuk program Lumbung Pangan. Terkumpul dana sebesar Rp 24.630.000,00 termasuk zakat warga yang dipercayakan kepada masjid. Selain untuk zakat, dana tersebut disalurkan dalam bentuk penyediaan buka dan sahur selama sebulan penuh, karena saat itu masuk bulan puasa, dan paket sembako khusus warga yang mengalami kesulitan pangan akibat dampak Covid-19. Sebagian paket sembako sudah disalurkan, selebihnya untuk disimpan jika sewaktu-waktu ada warga yang mengalami kesulitan pangan pada masa pandemi ini.
Program Lumbung Pangan ini sangat membantu tugas Satgas Covid-19 yang tidak hanya berkaitan dengan urusan kesehatan. Warga yang mengalami dampak ekonomi juga menjadi sasaran tugas Satgas untuk dibantu. Dampak Covid-19 juga bekaitan dengan ekonomi, di mana banyak warga yang penghasilannya ikut turun drastis akibat pemberlakuan karantina wilayah (lockdown), termasuk juga yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Lumbung Pangan masjid setidaknya membantu meringankan beban warga yang mengalami dampak ekonomi. Di sini terjadi sinergi antara Satgas Covid-19 dan Takmir masjid dalam melaksanakan tugas mulia ini.
Nampaknya apa yang dilakukan oleh Pengurus RW, Satgas Covid-19, dan warga di perumahan saya tersiar di luar wilayah perumahan. Suatu hari, seorang petugas kepolisian dari Polsek Patrang menghubungi Ketua RW untuk melakukan koordinasi sehubungan dengan ditetapkannya wilayah perumahan kami sebagai kawasan percontohan tertib jaga jarak (physical distancing). Sebagai buktinya, petugas dari Polsek memasang banner bertuliskan “Kawasan Tertib Physical Distancing” dengan tanda logo Polri. Kapolres Jember pun berkesempatan meninjau. Ini sebagai bukti kepercayaan pihak luar atas apa yang kami lakukan untuk lingkungan dalam mencegah dan memantau paparan Covid-19.
Pada kesempatan berikutnya, kembali petugas Polsek menghubungi Ketua RW untuk berkoordinasi sehubungan dengan penetapan perumahan kami sebagai Kampung Tangguh Covid-19. Penetapan ini terkait program Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Polda Jawa Timur dan Kodam V/Brawijaya dengan membentuk Kampung Tangguh Covid-19. Selain penerapan protokol kesehatan, seperti pemakaian masker, cuci tangan, jaga jarak, pertimbangan lainnya dalam penetapan perumahan kami sebagai Kampung Tangguh Covid-19 adalah adanya Lumbung Pangan yang memang menjadi bagian dari kriteria pendukung. Dalam waktu dekat, Bupati bersama Polres dan Kodim Jember akan meninjau perumahan kami. Sungguh, ini bisa dikatakan sebagai prestasi yang cukup membanggakan.
Tidak ada maksud kami untuk mendapat label apapun dan dari siapapun, termasuk apa yang ditetapkan oleh Pemprov Jawa Timur yang bagi kami cukup mentereng itu. Nyatanya kami memang tidak mengetahui adanya penetapan perumahan kami sebagai Kampung tangguh Covid-19. Semua murni karena panggilan hati untuk berbuat sesuatu dan berjalan sebagai proses sosial. Di sisi lain, sematan label kehormatan ini justru membuat kami agak khawatir jika apa yang kami lakukan tidak sesuai dengan yang dilabelkan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Di luar urusan itu, tugas mulia untuk berpartisipasi dalam penyelamatan manusia dari paparan Covid-19 tetap menjadi nilai yang tidak dapat ditukar dengan apapun.
Oleh: Mohammad Fadil