Sore itu, tepatnya 28 Desember 2019, sedang duduk seorang pria
disalah satu gerbong kereta kelas ekonomi, seorang pria yang telah 7
tahun lamanya meninggalkan rumah dan orang tuanya demi sebuah
proses masa depan. Pria tersebut bernama Yosa dan saat ini ia baru saja
menyelesaikan pendidikannya. Sejak Tahun 2012 Yosa sudah harus
berpisah dengan kedua orang tuanya karena memperoleh beasiswa
pendidikan di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Bali, dan
kemudian ia mendapatkan beasiswa Magister disalah satu perguruan
tinggi negeri yang ada di Yogyakarta, sebuah pendidikan yang menandai
akhir dari petualangannya untuk kemudian kembali pulang ke kota dimana
ia dibesarkan. Dengan menumpang kereta api Bengawan, Jakarta
menjadi kota dimana ia harus pulang, sebuah kota yang akan menjadi
pembuktian, apakah kota tersebut bersedia menerimanya untuk berkarya,
guna memperbaiki kondisi keluarganya yang selama ini hidup dalam
kategori keluarga prasejahtera.
Sesungguhnya hati Yosa masih teramat berat ketika harus
meninggalkan Yogyakarta, kota yang sejujurnya sudah menyatu dengan
jiwa Yosa, yakni kota yang ramah dengan segala kearifan lokalnya, kota
yang selama beberapa tahun belakangan ini telah membuat Yosa nyaman
dan merasa betah, bahkan ia memiliki keinginan setelah menamatkan
pendidikan Magisternya untuk berkarir di kota Yogyakarta, tetapi demi
kedua orang tuanya di Jakarta, wajib bagi Yosa untuk kembali pulang.
Sambil menikmati perjalanan pulang, Yosa sesekali membuka sosial
media dan mengakses beberapa berita online pada ponsel miliknya, salah
satu berita yang tidak sengaja ia baca adalah tentang penyakit baru yang
menyerang beberapa orang di kota Wuhan Tiongkok, akibat dari penyakit
baru tersebut menimbulkan banyak korban jiwa, akan tetapi berita
tersebut hanya menjadi sebuah berita yang biasa. Seiring waktu yang
semakin larut, Yosa pun tertidur.
29 Desember 2019 pukul 06.30 WIB, Yosa tiba di Stasiun Pasar
Senen Jakarta, tetapi Yosa tak langsung bergegas pulang ke rumah, ia
menuju ke sebuah lokasi di pusat ibu kota Jakarta, lokasi tersebut yakni
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Hari itu ia sedang memenuhi
panggilan untuk melaksanakan wawancara kerja sebagai karyawan di
Dinas tersebut. Proses wawancara pun berjalan lancar. Setelah
wawancara usai, Yosa segera menuju ke daerah pinggiran ibu kota untuk
kembali pulang ke rumah, guna melepas rindu dengan kedua orang tua
yang telah lama ia tinggalkan. 2 hari berselang sembari membantu kedua
orang tuanya berjualan, Yosa mendapatkan kabar baik bahwa ia diterima
bekerja di Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, hal tersebut sangat
disyukuri oleh Yosa beserta kedua orang tuanya.
Hari demi hari, bulan demi bulan Yosa jalani sebagai abdi
masyarakat di ibu kota. 2 Maret 2020 ketika Yosa sedang melakukan
pelayanan masyarakat di tempat ia bekerja, kawan satu kantornya
memberikan kabar bahwa terdapat sebuah keluarga di kota Depok
terinfeksi penyakit baru yang bersal dari kota Wuhan Tiongkok, dan kabar
tersebut dibenarkan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo melalui sebuah
konferensi pers perihal penyakit yang disebabkan oleh virus yang
menyerang sistem pernafasan manusia tersebut, yang mana kemudian
virus tersebut dikenal dengan nama Corona Virus atau COVID-19,
seketika Yosa pun teringat akan berita yang pernah ia baca dikereta 3
bulan lalu, dan akibat mendengar kabar tersebut Yosa pun menjadi sangat
terkejut, karena pada awalnya virus ini telah diprediksi oleh beberapa
pihak tidak akan mampu masuk ke Indonesia karena Indonesia memiliki
iklim yang panas dan tropis.
Seketika dengan kejadian tersebut, pemerintah Indonesia langsung
bergegas melakukan tindakan untuk mengatasi virus tersebut, hal ini
dilakukan agar virus tersebut tidak semakin berkembang penyebarannya.
Hari demi hari Yosa jalani dengan kondisi ibu kota yang tak senormal
biasanya, bahkan setelah 2 minggu virus COVID-19 telah banyak
menjangkit orang yang tinggal di wilayah Jabodetabek. Atas hal tersebut,
dinas tempat Yosa bekerja pun melalui rekomendasi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah memutuskan untuk menghapus ujian nasional
(UN) dan menugaskan 80 % karyawannya untuk bekerja di rumah dengan
sistem shifting. Tepat 1 bulan, virus tersebut tersebar tidak hanya
menjangkit masyarakat yang ada di wilayah Jabodetabek saja, melainkan
seluruh masharakat yang ada di Indonesia, sehingga atas hal tersebut
pemerintah pusat menetapkan status virus tesebut sebagai wabah atau
pandemi, sebuah kejadian yang tidak sama sekali diinginkan oleh pihak
manapun, bahkan dengan keberadaan virus ini kondisi ekonomi
masyarakat mengalami penurunan yang sangat signifikan, dari pemecatan
banyak karyawan di beberapa instansi pekerjaan serta penurunan omset
usaha dari para wirausahawan, tak terkecuali usaha dari kedua orang tua
Yosa yang mengalami penurunan omset hingga 75%. Yosa juga menjadi
saksi Bandara Soekarno Hatta layaknya tempat berhantu, karena jarak
rumahnya dengan bandara hanya sekitar 2 kilometer saja, ia melihat
sebagian besar pesawat tidak beroperasi dan terparkir secara masal di
garasi bandara, bandara juga terlihat sepi seperti tidak ada kehidupan
manusia disana.
Sejak ditetapkan sebagai pandemi, pola tatanan kehidupan
masyarakat ibu kota menjadi Physical Distancing. Yosa pun merasakan
dan memperhatikan bahwa Jakarta telah menunjukan rasa yang tak sama
seperti sebelumnya. Jakarta yang dahulunya selalu diperdebatkan oleh
kalangan elit politik ketika pemilihan kepala daerah akan polusi,
kepadatan penduduk dan kemacetannya, perlahan-lahan tema
perdebatan tersebut mulai diaminkan oleh virus COVID-19. Kepadatan
penduduk secara drastis berkurang sehingga berdampak juga pada
kemacetan yang tak terlihat lagi di Jakarta selama pandemi tersebut, hal
tersebut diakibatkan oleh banyaknya masyarakat ibu kota yang bekerja di
rumah, pulang ke kampung halaman atau bahkan dirumahkan oleh
instansi pekerjaan masing-masing. Pagi itu Yosa sedang bergegas untuk
melaksanakan piket pekerjaan yang dilaksanakan 1 kali dalam seminggu,
sembari duduk di bus Transjakarta ia memperhatikan kondisi sekitar
termasuk kondisi langit yang tak seperti biasanya. Jika dihari-hari
biasanya langit terlihat gelap dan hitam akan polusi kendaraan bermotor,
pagi itu langit begitu cerah dan berwarna biru, bahkan yang lebih
menakjubkan yakni sebuah pemandangan Gunung Gede di Kabupaten
Bogor terlihat jelas dari tempat Yosa berada, yang mana jaraknya bisa
mencapai 50 kilometer lebih, sebab hampir selama 1 dekade ini Gunung
Gede di Kabupaten Bogor tidak pernah menampakan dirinya dari sudut
pandang Jakarta karena tertutup oleh kabut tebal nan hitam akibat asap
kendaraan bermotor.
Keanehan berikutnya yang Yosa rasakan akibat pandemi virus
COVID-19, yakni pola tingkah laku masyarakat, jika dahulu masyarakat
begitu acuh akan kehidupan orang lain atau dapat dikatakan minim akan
kepekaan sosial, saat ini masyarakat sudah menunjukan sebuah
perubahan yakni saling mengingatkan apabila terdapat orang lain yang
tidak menggunakan masker atau bahkan berlomba-lomba untuk
menyisihkan sebagaian rezekinya untuk orang-orang yang terdampak
virus COVID-19 khususnya pada sektor ekonomi. Melihat keanehan-
keanehan tersebut Yosa tersadar, jika awalnya ia begitu syok dan sulit
menerima kenyataan dengan keberadaan virus Covid-19, tetapi saat ini ia
sudah bisa mengambil sebuah hikmah. Virus ini bisa saja disebut sebagai
musuh utama manusia pada saat ini, tetapi tidak demikian dengan bumi,
virus ini seakan-akan menjadi sahabat bagi bumi dalam memperbaiki
kondisi alam bumi dan kondisi sosial manusia agar dapat menjadi
manusia yang memanusiakan manusia lainnya.
Virus ini juga memberikan Yosa pelajaran yang sangat berharga
atau bahkan kepada siapapun, bahwa untuk menjaga kesehatan orang
lain atau keluarga tercinta, harus diawali dengan menjaga kesehatan diri
sendiri terlebih dahulu. Yosa juga belajar arti sebuah makna berbagi, oleh
sebab itu ia berusaha rutin menyisihkan sebagian penghasilannya untuk
membantu masyarakat yang terdampak COVID-19. Sehingga dalam hal
ini COVID-19 tidak hanya memberikan dampak negatif kepada setiap
individu yang ada di bumi, tetapi juga memberikan sebuah pembelajaran
yang positif untuk menjadi individu yang memiliki kepekaan sosial tinggi
dan arif terhadap alam atau lingkungan.