Universitas Gadjah Mada Writing for Healing
  • BERANDA
  • TENTANG
  • KISAH
  • VIDEO
  • Beranda
  • Kisah
  • IMAN DAN IMUN

IMAN DAN IMUN

  • Kisah
  • 16 April 2021, 13.07
  • Oleh: sitiqotijah2018
  • 0

oleh: Kristanti Parisihni

#Prolog

Saya seorang dokter gigi yang berkarya sebagai akademisi di Fakultas Kedokteran Gigi. Saya mulai bekerja dari rumah (WFH) sejak pertengahan Maret 2020, taat melaksanakan anjuran Pemerintah. Era pandemi yang berkepanjangan membuat kami harus  menyesuaikan ritme kerja. Kelihatannya sih memang tidak pergi ke mana-mana, tetapi kegiatan padat. Pagi-siang kuliah, praktikum, konsultasi/diskusi mahasiswa, koreksi tugas, dan tentunya menyiapkan materi. Semuanya secara daring.

Sesuai tugas saya sebagai penanggung jawab kegiatan akademik, hal yang paling menyita energi adalah mengupayakan inovasi pembelajaran karena adanya pandemi dengan kondisi mendesak. Semua harus koordinasi dgn berbagai pihak terkait dalam rapat-rapat intens disamping kegiatan rutin kuliah. Jadi, boleh dibilang judulnya bukan lagi WFH, tetapi lebih tepat disebut WFD (work full day). Nah, saat ini mungkin saya lalai menyadari bahwa kondisi ketahanan tubuh saya menurun. 

 

#IMUN 

Minggu terakhir April saya merasa tidak enak badan, tenggorokan sakit, demam dan pusing. Saya mulai was-was ketika menyadari kalau saya tidak bisa  membaui apapun bahkan pup kucing sekalipun. Keadaan ini dalam istilah medis disebut anosmia, salah satu gejala Covid-19. Setelah berkonsultasi dgn sejawat dokter spesialis akhirnya saya memberanikan diri untuk tes yg lebih valid yaitu tes swab PCR di RS Unair sebagai pusat rujukan Covid pada 30 April 2020. Sehari sesudahnya langsung saya dikontak oleh dokter Puskesmas (PKM) yang ada di dekat perumahan saya, rupanya data saya langsung  masuk di Dinkes Surabaya sebagai ODP (Orang Dalam Pemantauan). Setelah itu intens saya dikontak melalui WA tiap dua hari sekali untuk memonitor kondisi saya dan hasil swab saya.

Saat menunggu hasil swab yang butuh waktu lama itu adalah masa yang sangat membuat galau karena belum ada kepastian hasil, kami tidak  menceritakan kondisi ini pada banyak orang supaya tidak membuat resah. Dalam keadaan sakit saya tetap melakukan WFH, mengobati diri sendiri, mengkonsumsi vitamin, suplemen, minuman jahe hangat, berjemur, dan yang utama saya melakukan isolasi mandiri di rumah, distancing, pakai masker selama di rumah sebagai pencegahan karena suami ada comorbid sebagai pasien penyakit ginjal yang menerima perawatan rutin. 

Akhirnya, pada 9 Mei 2020 hasilnya keluar, saya dinyatakan positif Covid-19. Status saya berubah menjadi PDP (Pasien Dalam Pengawasan) dan harus isolasi di Rumah Sakit. Saat itu Surabaya sudah mulai overload PDP, tetapi syukurlah saya akhirnya mendapat tempat. 10 Mei saya dirujuk untuk isolasi di RSJ Menur yang memang dijadikan salah satu tempat rujukan Covid-19 di Surabaya.

Setelah konfirm positif, hal pertama yang saya lakukan adalah menyampaikan ke bu RT, setelah berdiskusi lalu kami sepakat untuk saya sampaikan melalui WAG Ibu-ibu kompleks, supaya jelas sekalian karena status saya ini pasti akan mempengaruhi kondisi lingkungan kompleks tempat tinggal kami. Benar saja, status PDP saya memang sudah masuk di aplikasi program Radar Covid.  Setelah itu, tiap sore ada penyemprotan desinfektan oleh mobil damkar Pemkot Surabaya di perumahan kami, jadi warga tidak kaget karena saya sudah memberitahukan hal ini. Lalu, dengan berbagai pertimbangan, saya memang hanya melaporkan kondisi saya pada atasan dan beberapa sejawat terkait pendelegasian tugas pekerjaan, pada pendeta dan keluarga terdekat saja. 

Saya menjalani perawatan di RS, hari-hari saya lalui sendiri dalam kamar. Perawat semuanya pakai APD lengkap. Mereka hanya masuk ruangan tiga kali per hari saat mengantar makanan dan periksa tensi serta suhu tubuh tiap pagi, siang dan  malam. Bersyukur ada wifi sehingga saya masih bisa terhubung dengan keluarga, bahkan tetap bisa berkoordinasi dengan rekan kerja saat kondisi saya sedang baik.

Awalnya, saya harus dibantu dengan masker oksigen karena sesak nafas, tetapi hanya dua hari pertama saja, anosmia mulai pulih meski masih pusing dan mual. Setelah delapan hari diberikan pengobatan saya di tes swab lagi, ternyata hasilnya masih positif. Lima hari kemudian tes lagi baru hasilnya negatif dan boleh pulang pada 23 Mei 2020 sore, tepat sebelum Hari Raya Idul Fitri.

Seharusnya saya baru dinyatakan sembuh kalau hasil tes negatif dua kali berturut-turut, tetapi saya diijinkan pulang dengan dibekali  vitamin-vitamin yang harus saya konsumsi dan tentunya wajib isolasi mandiri selama 14 hari ke depan. Saya menjalani tes swab lagi yang dijadwalkan oleh PKM. Puji syukur pada Tuhan, hasil swab saya seminggu kemudian hasilnya negatif, saya dinyatakan sembuh.

 

#IMAN 

Di balik semua yg saya alami ada banyak berkat Tuhan yang saya terima yang ingin saya bagikan di sini. Hal utama yang saya yakini adalah saya bisa melalui semua ini karena kekuatan dari Tuhan semata. Maha besar kasih dan kuasa-Nya. Tuhan lindungi suami saya tercinta sehingga dia selalu sehat, padahal secara medis rentan karena merupakan orang dengan comorbid. Hasil tes rutin berkala rapid Covid (setiap 10 hari) sudah 4x negatif sehingga dapat melanjutkan perawatan rutinnya.

Sungguh nyata kuasa Allah seperti yang saya imani bahwa dalam kelemahan kita, maka kuasaNya sempurna atas kita. Kuasa Tuhanlah sumber segala kekuatan. Tuhan ijinkan segala sesuatu terjadi, saya percaya semua itu untuk kebaikan kami. Pertolongannya selalu tepat pada waktunya, penyertaan-Nya ada senantiasa.

Ada beberapa berita tentang stigma PDP oleh lingkungannya, tetapi puji Tuhan, kami sangat bersyukur dikelilingi oleh tetangga yang baik, sangat mendukung dan memberi semangat untuk kesembuhan saya. Bahkan, ibu-ibu pengurus RT bergiliran mengirimkan makanan untuk suami selama saya dirawat di RS, semua itu membuat saya lebih tenang dalam menjalani perawatan. Dalam satu sisi, kejadian ini membuat relasi kami, khususnya ibu-ibu antar tetangga menjadi lebih erat, seperti keluarga besar, bersehati saling menjaga kesehatan pada masa pandemi ini. Kalau boleh saya sebut, ini adalah suatu blessings in disguise, puji Tuhan.  Saya sangat bersyukur, kiranya Tuhan membalas kebaikan ibu-ibu ini.

Meski hanya beberapa teman yang saya beritahu kondisi saya, tetapi mereka memberi perhatian yang tulus dan mengirimkan berbagai hal yang sangat berguna saat saya sakit, berbagai info kesehatan, suplemen obat, keperluan-keperluan kecil yang tak terpikirkan, dan entah kenapa semua saling terkait tanpa disadari oleh para pemberinya tapi saya rasakan sebagai penerimanya. Betapa bersyukurnya saya atas kebaikan-kebaikan yang saya terima dari orang-orang ada di sekitar saya. Saya belajar banyak tentang melakukan kebaikan pada sesama, bertambah mengasihi mereka dan mengingat mereka semua dalam tiap doa saya.

Saya sangat percaya akan kekuatan doa. Meski saya tidak menceritakan kondisi saya pada teman-teman  tapi saya yakin, saya ada dalam doa yang teman-teman panjatkan untuk bangsa kita, untuk para penderita Covid-19 di manapun mereka berada, saya percaya dan mengamini. Semua berlaku untuk saya meski tanpa menyebut nama saya. 

Sampai saat ini saya tidak tahu bagaimana saya bisa terinfeksi. Sudah lama saya bekerja dari rumah, tidak merawat pasien, kegiatan hanya ke pasar atau supermarket untuk keperluan domestik seperlunya, itupun hanya beberapa hari sekali. Sebagai orang medis rasanya sayapun sudah menerapkan protokol penggunaan masker, cuci tangan dan sanitasi. Pada minggu ke-2 April sebelum saya sakit bahkan saya sudah tes rapid Covid di RSGM kampus kami dan hasilnya negatif.

 

#Epilog

Jadi, apa yang telah saya alami ini  bisa saja terjadi pada semua orang.  Kita memang harus “berdamai” dengan virus Corona ini. Setelah pandemi ini, situasi tidak akan sama lagi kembali seperti dulu, kita akan memasuki era normal baru, apapun itu istilahnya. Virus ini akan ada bersama dengan kita untuk jangka waktu yang tidak kita ketahui. Tidak perlu jadi paranoid tapi tidak boleh juga meremehkan Protokol kesehatan sudah disebarluaskan, saya rasa semua sudah familiar dengan pakai masker, cuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjaga asupan gizi, vitamin, olah raga ringan, berjemur tapi mungkin ada satu hal yang harus ditambahkan untuk diingat yaitu “seimbang istirahat dan kegiatan, harus pandai dan jeli mengukur ketahanan tubuh kita masing-masing”.

Tidak perlu ambil pusing dengan teori-teori konspirasi atau berita-berita tanpa referensi valid dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, apalagi kalau hanya protes-protes tanpa solusi. Pegang saja satu hal yang pasti, virus ini ada, nyata dan menimbulkan penyakit yang mengganggu kesehatan. Tidak ada hal yang sepele bila itu menyangkut kesehatan.  Tubuh dan kesehatan ini adalah karunia Tuhan, sudah diberi, masa’ tidak dijaga dan diutamakan?

Setiap orang harus berhikmat dan bijaksana dalam menjaga, mengusahakan kesehatan, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang-orang disekitarnya.  Social distancing bisa dimaknai tidak dari sisi sedihnya tidak bisa tatap muka bersosialisasi, tapi dari perspektif “caring“, bagian dari upaya saling memperhatikan sesama. Berada dalam kerumunan orang tanpa jarak, dengan keperluan yang tidak urgen tidak saja membahayakan diri sendiri tapi juga orang lain. Pentingnya isolasi diri tidak sekedar supaya cepat sembuh tapi juga agar tidak menulari.

Masa pandemik ini pada satu sisi mengajarkan orang untuk peduli pada sesama. Kondisi ini juga memberi kesempatan untuk saling berbagi kebaikan. Saya sangat bersyukur telah mendapatkan berbagai kebaikan saat saya sakit dan saat sudah sembuh saya mengambil kesempatan untuk meneruskan kebaikan untuk orang lain dengan jalan menjadi donor plasma di RSUD Dr. Soetomo pada 8 Juni 2020. Saya percaya bahwa satu kebaikan akan menarik kebaikan lainnya dan berkat Tuhan akan mengalir lebih jauh lagi untuk lebih banyak orang.

Hingga saat ini tenaga kesehatan masih terus berjuang dan bekerja keras merawat penderita Covid-19. Memasuki masa era normal baru, para dokter juga akan mulai berpraktek kembali dengan tatanan baru. Kami diberi amanah yang mulia untuk menjadi tenaga medis, saya yakin Tuhan jugalah yang akan memperlengkapi kami dengan segala yang kami perlukan.  

Siapapun kita, semua manusia punya kelemahan, tetapi Tuhan Maka Kuasa, Dialah sumber kekuatan kita. Lakukan bagian kita melaksanakan protokol kesehatan, Tuhan yang akan memberi kekuatan dan melindungi kita. Tak perlu takut, tetap beriman teguh.   

So, stay safe, stay healthy. 

Tuhan memberkati dan melindungi kita semua.

Amin

Tentang penulis:

Dr. Kristanti Parisihni, drg., M.Kes lahir di Yogyakarta, Maret 1968. Ia adalah dokter gigi alumni FKG UGM dan menyelesaikan S-2 dan S-3 di Universitas Airlangga. Saat ini tinggal di Surabaya dan berkarya sebagai staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah. Selain mengajar dan aktif dalam organisasi profesi, ia memiliki hobi travelling, musik, nonton film dan sayang kucing. Ia adalah seorang yang sangat percaya bahwa tulisan dengan spirit berpikir positif akan menarik spirit yang sama dan memberi kebaikan bagi orang yang membacanya. Ia dapat dihubungi via pos-el: kristanti.parisihni@hangtuah.ac.id

 

 

Sumber: gambar depan dari internet

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Recent Posts

  • WfH
  • TEGAR
  • SEPENGGAL KISAH Ph.D. SELAMA PANDEMI COVID-19
  • IMAN DAN IMUN
  • AKU DAN ANAKKU

Archives

  • May 2021
  • April 2021
  • October 2020
  • September 2020
  • August 2020
  • July 2020

Categories

  • About
  • Edukasi
  • Guest Writers
  • Kisah
  • Kisah2
  • kisah3
  • Video
Universitas Gadjah Mada

Tim Pengabdian Sekolah Vokasi,

Universitas Gadjah Mada

Gedung Iso Reksohadiprodjo, Sekip Unit 1,

Caturtunggal Depok, Sleman, Yogyakarta 55281

       wfh.sv@ugm.ac.id

       0274-541020

 

 

  • Tentang Kami

Informasi

© 2020 Writing for Healing

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju